Jumat, 09 April 2010

Halusinasi

BAB I
HALUSINASI
A.Pengertian
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik (Stuart & Sundenn, 1998).
Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar/terbangun. (Maramis, hal 119).
Halusinasi yaitu gangguan persepsi (proses penyerapan) pada panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar pada pasien dalam keadaan sadar.
B.Jenis-jenis halusinasi
Menurut Suart (2007) halusinasi terdiri dari tujuh jenis:
a.Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
b.Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
c.Penciuman
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
d.Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
e.Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
f.Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine.
g.Kinistetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

C.Penyebab
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:

Faktor Prediposisi
1).Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
a). Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
b). Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c). Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2).Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3). Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1). Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2). Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3). Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

D.Gejala Halusinasi
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut:
• Bicara sendiri.
• Senyum sendiri.
• Ketawa sendiri.
• Menggerakkan bibir tanpa suara.
• Pergerakan mata yang cepat
• Respon verbal yang lambat
• Menarik diri dari orang lain.
• Berusaha untuk menghindari orang lain.
• Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
• Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
• Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
• Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
• Sulit berhubungan dengan orang lain.
• Ekspresi muka tegang.
• Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
• Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
• Tampak tremor dan berkeringat.
• Perilaku panik.
• Agitasi dan kataton.
• Curiga dan bermusuhan.
• Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
• Ketakutan.
• Tidak dapat mengurus diri.
• Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003), seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu:
• Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
• Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
• Gerakan mata abnormal.
• Respon verbal yang lambat.
• Diam.
• Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
• Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya
• peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
• Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
• Dipenuhi dengan pengalaman sensori.
• Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.
• Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada menolaknya.
• Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
• Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
• Berkeringat banyak.
• Tremor.
• Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
• Perilaku menyerang teror seperti panik.
• Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
• Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi.
• Menarik diri atau katatonik.
• Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.
• Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

E.Tahap Halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
1. Fase I : Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
2. Fase II : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
3. Fase III : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
4. Fase IV : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

F.Hal-hal yang dilakukan
1.Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
2. Adakan kontak sering dan singkat agar menghindari waktu kosong yang dapat menyebabkan timbulnya halusinasi.
3. Dorong klien mengungkapkan perasaannya agar kita dapatmengetahui masalah yang dialami oleh kl ien.
4. Dorong klien untuk berhubungan dengan orang lain agar mencegah timbulnya halusinasi.












BAB II
PERILAKU KEKERASAN
A.Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995).
Tanda dan gejala
• Muka merah
• Pandangan tajam
• Otot tegang
• Nada suara tinggi
• Berde

B.Proses terjadinya masalah
Perilaku kekerasan/amuk dapat disebabkan karena frustasi, takut, manipulasi atau intimidasi. Perilaku kekerasan merupakan hasil konflik emosional yang belum dapat diselesaikan. Perilaku kekerasan juga menggambarkan rasa tidak aman, kebutuhan akan perhatian dan ketergantungan pada orang lain.
Pada klien gangguan jiwa, perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya perubahan sensori persepsi berupa halusinasi, baik dengar, visual maupun lainnya. Klien merasa diperintah oleh suara-suara atau bayangan yang dilihatnya untuk melakukan kekerasan atau klien merasa marah terhadap suara-suara atau bayangan yang mengejeknya.
Faktor presipitasi bisa bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.

C. Penyebab perilaku kekerasan
Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Tanda dan gejala :
• Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)
• Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
• Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
• Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
• Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
(Budiana Keliat, 1999)

D. Akibat dari Perilaku kekerasan
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
Tanda dan Gejala :
• Memperlihatkan permusuhan
• Mendekati orang lain dengan ancaman
• Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
• Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
• Mempunyai rencana untuk melukai

E.Tindakan yang dapat dilakukan
• Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu
dipertimbangkan agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi. Tindakan yang dapat dilakukan antara lain :
1. Mengucapkan salam terapeutik
2. Berjabat tangan
4. Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
5.Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu.
6.Diskusikan bersama pasien tanda dan gejala perilaku kekerasan
7. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
8.Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
9. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
10.Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
11. Diskusikan bersama pasien jenis dari perilaku kekerasan yang bisa dilakukannya.
12Diskusikan bersama pasien akibat dari perilaku kekerasan yang telah dilakukannya.
13.Diskusikan bersama pasien cara-cara yang dapat dilakukan untuk mencegah/mengontrol perilaku kekerasan, secara fisik, spiritual, sosial, dan dengan terapi psiko farmaka
14.Demonstrasikan bagaimana cara-cara yang dapat digunakan untuk mencegah/mengontrol perilaku kekerasan secara fisik, spiritual, sosial, dan dengan terapi psiko farmaka









BAB III
MENARIK DIRI
A.Pengertian
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins,1993).
Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak ( Carpenito, 1998 )
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Towsend,1998)
B.Faktor yang mempengaruhi menarik diri
• Predisposisi
Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predispoisi terjadinya perilaku menarik diri. Kegagalan perkembangan dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, menghindar dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri, kegiatan sehari-hari hampir terabaikan.
Gejala Klinis :
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
Menghindar dari orang lain (menyendiri)
Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/perawat
• Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas
Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap
Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
• stressor presipitasi

C. . TANDA DAN GEJALA
Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan (data objektif) :
1. Apatis, ekspresi, afek tumpul.
2. Menghindar dari orang lain (menyendiri) klien tampak memisahkan diri dari orang lain.
3. Komunikasi kurang atau tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain atau perawat.
4. Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
5. Berdiam diri di kamar/tempat berpisah – klien kurang mobilitasnya.
6. Menolak hubungan dengan orang lain – klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
7. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.
8. Posisi janin pada saat tidur.
Data subjektif sukar didapat jika klien menolak berkomunikasi, beberapa data subjektif adalah menjawab dengan singkat kata-kata “tidak”, “ya”, “tidak tahu”.

D.Penyebab dari Menarik Diri
Salah satu penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Gejala Klinis
• Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)
• Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
• Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
• Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
• Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
( Budi Anna Keliat, 1999).

E. Karakteristik perilaku
• Gangguan pola makan : tidak nafsu makan atau makan berlebihan.
• Berat badan menurun atau meningkat secara drastis.
• Kemunduran secara fisik.
• Tidur berlebihan.
• Tinggal di tempat tidur dalam waktu yang lama.
• Banyak tidur siang.
• Kurang bergairah.
• Tidak memperdulikan lingkungan.
• Kegiatan menurun.
• Immobilisasai.
• Mondar-mandir (sikap mematung, melakukan gerakan berulang).
• Keinginan seksual menurun.

F.Akibat dari Menarik Diri
Klien dengan perilaku menarik diri dapat berakita adanya terjadinya resiko perubahan sensori persepsi (halusinasi). Halusinasi ini merupakan salah satu orientasi realitas yang maladaptive, dimana halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien menginterprestasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus/ rangsangan eksternal.
Gejala Klinis :
• bicara, senyum dan tertawa sendiri
• menarik diri dan menghindar dari orang lain
• tidak dapat membedakan tidak nyata dan nyata
• tidak dapat memusatkan perhatian
• curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut
• ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
(Budi Anna Keliat, 1999).

G.Proses Terjadinya Masalah
Menarik diri dipengaruhi oleh faktor perkembangan dan sosial budaya. Faktor perkembangan yang terjadi adalah kegagalan individu sehingga terjadi tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis putus asa terhadap hubungan dengan orang lain dan gangguan konsep diri, dimana klien merasa dirinya
Tak berharga.
Menarik diri bisa juga disebabkan oleh; perceraian, putus hubungan, peran keluarga yang tidak jelas, orang tua pecandu alkohol dan penganiayaan anak.
Resiko dari perilaku menarik diri adalah terjadinya perubahan sensori persepsi (halusinasi). Manifestasi klinik pada klien dengan menarik diri adalah apatis, ekpresi sedih, afek tumpul, menyendiri, banyak diam diri di kamar, menunduk, menolak hubungan dengan orang lain, perawatan diri kurang posisi tidur seperti janin .



















BAB IV
HARGA DIRI RENDAH
A.Pengertian
Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan ( Townsend, 1998 ).
Menurut Schult & Videbeck ( 1998 ), gangguan harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang terhadap diiri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan. (Budi Ana Keliat, 1999).
Jadi dapat disimpulkan bahwa perasaan negatif terhadap diri sendiri yang dapat diekspresikan secara langsung dan tak langsung.

B.Tanda dan gejala
• Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut botak karena terapi)
• Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
• Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
• Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
• Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.

C. Penyebab dari harga diri rendah
Salah satu penyebab dari harga diri rendah yaitu berduka disfungsional. Berduka disfungsional merupakan pemanjangan atau tidak sukses dalam menggunakan respon intelektual dan emosional oleh individu dalam melalui proses modifikasi konsep diri berdasarkan persepsi kehilangan.
Tanda dan gejala :
o Rasa bersalah
o Adanya penolakan
o Marah, sedih dan menangis
o Perubahan pola makan, tidur, mimpi, konsentrasi dan aktivitas
o Mengungkapkan tidak berdaya

D. Akibat dari harga diri rendah
Harga diri rendah dapat beresiko terjadinya isolasi sosial : menarik diri. Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins,1993).
Tanda dan gejala :
 Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
 Menghindar dari orang lain (menyendiri)
 Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain/perawat
 Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
 Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas
 Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap
 Tidak/ jarang melakukan kegiatan sehari-hari.

E. Tindakan Keperawatan
Diagnosa 1: Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
1. Tujuan umum :
Klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri rendah/klien akan meningkat harga dirinya.
2. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
4. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :
1. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan memberi pujian yang realistis
3. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan :
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah

4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
4.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
5.1. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah


5. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien.
2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.




















BAB V
PERSONAL HYGIENE
A.Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000 )

B. Jenis–Jenis Perawatan Diri
1. Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan
Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi/kebersihan
diri.
2. Kurang perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias.
Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.
3. Kurang perawatan diri : Makan
Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktivitas makan.
4. Kurang perawatan diri : Toileting
Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri (Nurjannah : 2004, 79 ).



C. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut :
1. Kelelahan fisik
2. Penurunan kesadaran
Menurut Dep Kes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah :
1. Faktor prediposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:
1. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2. Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
7. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.
1. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah : Gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

D. Tanda dan Gejala
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah:
a) Fisik
• Badan bau, pakaian kotor.
• Rambut dan kulit kotor.
• Kuku panjang dan kotor
• Gigi kotor disertai mulut bau
• penampilan tidak rapi
b) Psikologis
• Malas, tidak ada inisiatif.
• Menarik diri, isolasi diri.
• Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c) Sosial
• Interaksi kurang.
• Kegiatan kurang
• Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
• Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
Data yang biasa ditemukan dalam deficit perawatan diri adalah :
1. Data subyektif
a. Pasien merasa lemah
b. Malas untuk beraktivitas
c. Merasa tidak berdaya.
2. Data obyektif
a. Rambut kotor, acak – acakan
b. Badan dan pakaian kotor dan bau
c. Mulut dan gigi bau.
d. Kulit kusam dan kotor
e. Kuku panjang dan tidak terawatt

E. Mekanisme Koping
a. Regresi
b. Penyangkalan
c. Isolasi diri, menarik diri
d. Intelektualisasi
F. Rentang Respon Kognitif
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat merawat diri sendiri adalah :
1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
a) Bina hubungan saling percaya.
b) Bicarakan tentang pentingnya kebersihan.
c) Kuatkan kemampuan klien merawat diri.
2. Membimbing dan menolong klien merawat diri.
a) Bantu klien merawat diri
b) Ajarkan ketrampilan secara bertahap
c) Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung
a. Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi.
b. Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien.
c. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien misalnya, kamar mandi yang dekat dan tertutup.
G. Pohon Masalah
Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Isolasi sosial
Defisit perawatan diri : mandi, toileting, makan, berhias.

H..Tindakan yang dilakukan
a. Motivasi klien untuk mandi.
b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar.
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan kebersihan diri,f.Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar